Di suatu sekolah tempat saya mengajar, yaitu
di SMP N 2 Bulok kabupaten Tanggamus provinsi Lampung. Sekolah tersebut adalah
sekolah yang sangat jauh dari kata sempurna, dengan kondisi sekolah yang serba
kekurangan sarana belajarnya, kemudian dengan lokasi yang berada di daerah
pegunungan sehingga jarang sekali guru yang datang untuk mengajar.
Pada suatu ketika saat saya mengajar, saya
dihadapkan pada masalah seorang anak yang “suka mengganggu” temannya belajar
bahkan membuat kelas menjadi rusuh. Sebut saja namanya Sani. Banyak guru-guru
yang mengeluh akan sifatnya sani. Anaknya sangat nakal, tertawanya sangat besar
meskipun dalam kondisi kelas yang tidak dalam posisi lucu, serta suka menjahili
temannya.
Diawal pertemuan pelajaran dengan saya, dia
terlihat anak yang pendiam dan penurut sepertinya. Tapi ketika pertemuan kedua,
ketiga dan selanjutnya sifat si sani seolah berubah 180 derajat. Dia menjadi
anak yang suka ribut dikelas, suka menjahili temannya, suka keluar masuk kelas
dengan berbagai alasan yang ada, dan seolah tidak menganggap saya sebagai
gurunya. Saya dengan sabar mengahadapi sikap sani yang suka gaduh dikelas,
berbagai model pembelajaran yang menyenangkanpun sudah saya lakukan agar bisa
melihat sani bersikap normal ke teman-temannya. Tidak hanya saya yang
mengeluhkan sikapnya, namun semua guru pun nampak tidak menyukainya.
Sampai pada suatu hari saya mengeluarkan sani
dari kelas, saya tau itu bukanlah sikap baik yang dilakukan guru kepada
siswanya. Tapi hal tersebut saya lakukan karena saya ingin melihat reaksi dari
sani, apakah dia akan tambah nakal atau menyadari kesalahannya. Alhasil
ternyata sikapnya tambah menjadi-jadi, bahkan dia membenci saya ketika
mengajar. Saya semakin paham ternyata sani ini adalah type anak yang kurang
perhatian dari keluarganya, makanya dia sering mencari perhatian dikelas
meskipun dengan cara yang salah.
Oke saya tahu bagaimana menaklukkan anak
seperti ini. Suatu ketika saat pulang sekolah saya mengajak sani pergi dan
berbicara empat mata, meskipun dengan penuh perasaan was-was karena harus
berhadapan dengan siswa yang nakal ini dan sudah banyak kasus kejahatan yang
tidak baik pernah terjadi. Tapi saya percaya sama Allah qok. J
Kebetulan ternyata hari itu adalah hari ulang tahun sani, sebelumnya dia
sudah mengirim pesan ke guru-guru kalau dia ulangtahun hari itu ya tujuannya
supaya ada yang perhatian sama dia.
Di kala itu saya mulai berbicara dari hati ke
hati kepada sani, kenapa sifatnya seperti itu ? apa yang menyebabkan? dan
banyak pertanyaan lain. Dan ternyata sani ini adalah anak yang benar-benar
kurang perhatian dari orangtuanya sehingga dia sering membuat onar dikelas,
suka membuat guru marah, ya semata-mata agar dia diperhatikan banyak orang.
Saya mulai menasehati dia, kalau banyak teman-teman yang sayang sama sani,
guru-guru pun besar harapannya kepada sani agar dia menjadi anak yang sukses. Kemudian
menanamkan sikap bahwa dia sudah remaja yang mau kedewasa yaitu 16 tahun, dan
tidak seharusnya berperilaku kekanak-kanakan, harus sudah berpikir dewasa
secara sikap maupun emosional, dan harus bisa memperlakukan orang lain dengan
baik. Dalam pembicaraan saya sangat menegaskan bahwa saya ingin dia bersikap
normal seperti anak-anak yang lain, menghormati guru-gurunya, dan bisa
berkomunikasi baik dengan teman-temannya serta bisa menempatkan posisi kapan
kita harus bercanda dan kapan kita harus dalam posisi serius.
Finally, ketika esok hari saya mengajar di
kelas, alhamdulillah sifat sani sudah lebih baik dari sebelumnya. Dia sudah
menjadi anak yang lebih dewasa, lebih mendengarkan, menempatkan posisi, dan
lebih menghormati gurunya. Dan kami sepakat menjulukinya dengan sebutan “Sang Perusuh
yang Tertib”. Ternyata cara mendidik anak itu memang harus penuh dengan
kesabaran dan kelembutan bukan dengan memaksakan ego agar siswa mengikuti
kemauan kita, namun mengajarlah dengan hati perlakukan mereka layaknya rekan
bicara yang baik.
Semoga bermanfaatJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar