Baby Hello Kitty
Instagram

Baby Hello Kitty

Minggu, 23 Oktober 2016

KECERDASAN-KECERDASAN BENTUKAN ALQURAN


Agar mendapat kecerdasan yang dijanjikan Allah Swt, hendaknya kita: menyadari, menyerahkan diri, memperhatikan, mempelajari, memikirkan, mengambil pelajaran, mengimani, memelihara diri, dan bertaqwa kepada Allah Swt.
a.      Syahwat yang diarahkan ke kehidupan surga

b.      Hawa yang dikendalikan agar mengikuti kebenaran.

Hawa merupakan sebuah kekuatan yang buruk dan membahayakan. “dan jika kebenaran itu mengikuti hawa mereka, pastilah hancur luluh selruh langit dan bumi serta segala isinya,” (QS Al-Mukminun :71). Maka kita harus bisa mengendalikan hawa agar mengikuti kebenaran.

c.       Pemberdayaan anggota tubuh dengan konsumsi terpelihara.

Melalui konsumsi yang halal, menyehatkan, maka kita akan cerdas dalam: mengisi perut, memanfaatkan tangan, menggunakan kaki, melaksanakan fungsi alat kelamin, memberdayakan jasmani, merawat tubuh.

d.      Aktualisasi indra yang dibimbing oleh nurani.

Indra memiliki kekuatan untuk menerima informasi-informasi tertentu. Dalam menerima sejumlah informasi yang masuk,  dalam pemanfaatan indra, sebenarnya bukan hanya mengetahui informasi tentang yang ada dan dapat dipergunakan sebagai apa, tetapi juga harus mampu menangkap dari aspek hakikat dan kruhanian. Maka pencerdasan dalam aktualisasi indra adalah pelibatan nurani untuk melakukan pembimbingan.

e.      Kekuatan intelektual yang dibimbing oleh hati

Kecerdasan intelektual yang tidak dibimbing oleh hati membuat banyak orang silau dan mendewakan kekuatannya setara dengan Tuhan. Karena itu banyak orang yang celaka dan mecelakakan manusia-manusia lain.

f.        Hati yang menjadi tempat keimanan, ruh, cahaya, dan Al Quran.

Allah telah menjadikan hati sebagai susatu yang berfungsi sebagai wadah dan kekuatan dalam kehidupan manusia.

g.      Jiwa yang senantiasa melakukan pensucian

Jiwa adalah perangkat alat bantu puncak pada diri manusia, memiliki kesempatan atau peluang mendi objek yang akan disambut oleh Allah Swt diakhirat dengan penuh kemuliaan dan kehormatan. Karena itu diperlukan penyucian yang harus diupayakan sendiri. Allah Swt menegaskan “ dan siapa saja yang bersuci maka sesungguhnya untuk menyucikan jiwanya, (Qs. Al fathir (35): 18), dan “ berbahagialah siapa saja yang menyucikan jiwanya, dan merugilah siapa saja yang mengotorinya.” (Qs. Al-Syams (91): 9-10)

Rabu, 12 Oktober 2016

METODE PENDIDIKAN HATI






Menurut Imam al_Gahazali jika manusia mengetahui hati-Nya, maka ia akan mengetahui dirinya, jika ia mengetahui dirinya maka ia akan mengenal Tuhan-Nya. Sebagai usaha melindungi hati dari kekufuran dan amal keburukan serta untuk mensucikannya maka diperlukan sebuah  pendidikan hati (Tarbiyatul Qulub).


Hati adalah segumpal darah, dimana apabila segumpal darah itu baik maka akan baik juga diri manusia itu, dan sebaliknya apabila segumpal darah itu buruk maka akan buruk pula diri manusia itu. Perbuatan yang dilakukan anggota tubuh berdasarkan atas tanda-tanda hati. Karena itulah, maka hati harus diperbaiki dan diluruskan. Hadis nabi menyatakan “Allah tidak memandang bentuk kalian, melainkan memandang hati dan perbuatan kalian.


Tujuan pendidikan hati:

1.      1. Mampu menjaga fitrahnya.
Fitrah manusia hanya untuk mencintai dan menyembah Allah. Jika fitrah itu terjaga dengan baik, maka hati akan bermakrifat kepada Allah, mencinai-Nya dan hanya menyembah kepada_Nya.
2.      2. Agar hati yang kotor menjadi bersih dan hai yang keras menjadi lembut. Karena hati yang bersih akan melahirkan akhlak yang baik.



Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah metode pendidikan hati itu? Dapat diketahui bahwa metode pendidikan hai itu ada 3 yaitu: membaca AL-Qur’an, memikirkan alam, dan zikir. Berikut penjelasannya.

1.      Memahami Al-Quran

Seorang muslim harus terbiasa dan memahami ayat-ayat Al-Quran bukan sekedar bacaan biasa, karena ia bisa memberi petunjuk kepada hati yang sedang bimbang. Sebagai obat bagi hati yang sakit, dan bisa mengurangi pikiran yang kusut.



2.      Memikirkan alam

“memikirkan alam merupakan ibadah, sebagaimana menuntut ilmu itu ibadah” (Abd. Al-sammarai).

Manusia yang cerdas adalah manusia yang penglihatan, pendengaran, dan hatinya, mampu menangkap pesan-pesan dibalik alam ini. Cara kerjanya yaitu mata dan telinga menyampaikan informasi yang ditangkapnya dari alam ke hati, dan hatinya yang mencernanya menjadi sebuah cara berpikir (paradigma) dan ilmu.

 Allah SWT memerintah agar hambanya memerhatikan ciptaan Allah yang dimaksud supaya para hamba menjadikan alam dan seisinya sebagai perantara untuk mengenal Allah dan memperkokoh keimanannya.


3.      Zikir.

Zikir yang dilakukan dengan terus menerus akan menjadi sikap batin. Firman Allah dalam Q.S Ali –Imron : 191

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

 Zikir juga mampu menjadi penyelamat manusia dari rayuan setan, dan zikir merupakan upaya agar manusia selalu merasakan kehadiran Allah.


Sabtu, 08 Oktober 2016

Kompetensi Kepribadian Guru


Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh kepribadian gurunya. Jadi tidak jarang kita temui bahwa seringkali ketika orangtua akan mendaftarkan anak nya kesekolah maka mereka akan mencari tahu seperti apa kualitas sekolah tersebut dan mencari tahu seperti apa guru-guru yang akan membimbing anak-anaknya kelak.
Dalam hal ini, guru tidak hanya dituntut untuk memaknai pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana guru tersebut menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim. Sedangkan kepribadian muslim di sini adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan dan mencerminkan ajaran Islam. Al- Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-mualim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al-walid (orang tua). Kompetensi kepribadian, yaitu “Kemampuan kepribadian yang (a) berakhlak mulia; (b) mantap, stabil, dan dewasa; (c) arif dan bijaksana; (d) menjadi teladan; (e) mengevaluasi kinerja sendiri; (f) mengembangkan diri dan (g) religius.

a.       Berakhlak mulia
Mengapa guru harus berakhlak mulia atau berkarakter baik? Karena diantara tugas yang pokok seorang guru ialah memperkukuh daya positif yang dimiliki siswa agar mencapai tingkatan manusia yang seimbang/harmonis (al-adalat) sehingga perbuatannya mencapai tingkat perbuatan ketuhanan (af’al ilahiyyat).

b.      Mantap stabil dan dewasa
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat di pertanggung jawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa Hal ini penting karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian serin membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan-tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru.

c.       Arif dan bijaksana
Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus di mulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa, kita tidak bisa berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kurang disiplin, kurang arif, dan kurang berwibawa.
Guru bukan hanya menjadi seorang manusia pembelajar tetapi menjadi pribadi bijak, seorang saleh yang dapat mempengaruhi pikiran generasi muda.” Seorang guru tidak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan terampil dibanding guru yang lainnya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya. Allah mengingatkan orangorang yang sombongdengan firmannya:
kami tinggikan derajat orang yang kami hendaki; dan diatas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf {12}: 76).

d.      Menjadi teladan
Menurut teori belajar asosiasi dengan tokoh bandura, menyatakan bahwa pembelajaran terlaksana dengan cara mengikuti permodelan yang dicontohkan oleh gurunya. Jadi dalam hal ini guru adalah contoh, model yang menjadi teladan dan panutan bagi semua siswanya. Maka dari itu guru harus mempunyai kepribadian yang baik agar menjadi teladan atau contoh yang baik juga bagi siswanya.

e.       Mengevaluasi diri sendiri
Tujuan evaluasi kinerja diri adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran di masa mendatang. Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya: “hal pertama yang harus anda lakukan dalam mendidik anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena matanya melihatmu. Kebaikan baginya adalah apa yang kau lakukan, dan keburukan adlah apa yang kau tinggalkan.”

f.        Mengembangkan diri.
Diantara sifat yang harus dimiliki ialah pembelajar yang baik atau pembelajar mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Sebagai contoh kecil yaitu kegemarannya membaca dan berlatih ketrampilan yang
dapat menunjang profesinya sebagai pendidik.

g.       Religius.
Akhlak mulia timbul karena seseorang percaya pada Allah sebagai pencipta yang memiiki nama-nama baik dan sifat yang terpuji. Budi pekerti yang tumbuh subur dalam pribadi yang khusyuk dalam menjalankan ibadah vertikal dan horizontal. Pribadi yang selalu menghayati ritual ibadah dan mengingat Allah akan melahirkan sikap terpuji.